Isu perubahan iklim dan pemanasan global memang jadi perhatian seluruh dunia pada beberapa tahun terakhir ini. Salah satu penyebabnya adalah emisi karbon dioksida di atmosfer yang sudah sampai pada level yang mengkhawatirkan. Akibatnya cuaca jadi tidak menentu dan suhu bumi cenderung naik. Dampak yang lebih ekstremnya: bencana alam tak terduga dan es kutub yang semakin mencair. Namun baru-baru ini, beberapa ilmuwan di California menemukan fakta bahwa perubahan iklim juga turut mempengaruhi kualitas bahan pangan.
Selama hampir dua dekade, para ilmuwan di Amerika dan juga di belahan bumi lainnya melakukan simulasi kecil-kecilan tentang efek langsung karbon dioksida terhadap beberapa bahan pangan yang umum dikonsumsi oleh orang-orang. Mereka bereksperimen dengan sawah atau perkebunan yang dialiri pipa berisikan karbon dioksida. Tujuannya adalah untuk menambah konsentrasi karbon dioksida di sekitar area sawah.
Para ilmuwan kemudian mendapatkan temuan baru dengan membandingkan sampel tanaman gandum yang tumbuh dalam udara berkarbon dioksida tinggi dengan tanaman gandum yang tumbuh dalam udara yang normal. Studi yang dilakukan oleh University of California ini menemukan fakta mengejutkan di mana kadar protein dalam tanaman gandum berkurang cukup signifikan karena terus-terusan mendapatkan karbon dioksida dengan kadar lumayan tinggi. Padahal, tingkat pertumbuhan tanaman meningkat sebanyak 13 persen.
Karbon dioksida memang sangat dibutuhkan tumbuhan untuk tumbuh, namun jika kadarnya terlalu banyak juga berakibat buruk terhadap tumbuhan tersebut. Dengan mengambil CO2 yang lebih banyak dari udara, tumbuhan akan menyisakan sedikit ruang untuk nitrogen, yang justru penting untuk pembentukan protein. Hasilnya tanaman akan lebih cepat tumbuh, namun nutrisi yang ada di dalamnya semakin berkurang.
Studi ini juga memberikan prediksi untuk beberapa dekade ke depan, di mana konsumsi protein manusia akan berkurang sebanyak 3 persen. Terutama bagi masyarakat Barat, di mana gandum sangat populer sebagai salah satu makanan pokok dan penyumbang nutrisi utama terutama protein. Wah, jika makanan pokoknya saja sudah tercemar, orang-orang tentu akan lebih sulit untuk hidup sehat.
Namun, Arnold Bloom yang tergabung dalam tim peneliti University of California memberikan solusi untuk hal ini. Arnold menyarankan agar orang-orang mengonsumsi protein lebih banyak dari bahan makanan lain untuk mencukupi kebutuhan protein yang kurang dari gandum atau makanan pokok lainnya.
Nah, kalau masalah protein tentu jangan sampai melupakan kedelai sebagai salah satu makanan alternatif kaya protein. Kandungan protein kedelai termasuk salah satu yang paling tinggi. Kandungan protein dalam kacang kedelai mencapai 36 g, sementara gandum “hanya” 14 g. Selain itu, kedelai juga tergolong rendah karbohidrat sehingga lebih ramah terhadap kadar gula dalam darah.
Wah gara-gara global warming, sepertinya kita harus mulai lebih rajin lagi mengonsumsi tempe atau tahu.
Sumber: thinkprogress.org, nationalgeographic.com