Berpuasa di bulan suci Ramadan biasanya menjadi kesempatan bagi kita untuk menurunkan berat badan. Puasa menciptakan keteraturan, yaitu makan sahur dan berbuka di jam yang sama. Berpuasa selama Ramadhan berarti membatasi asupan makanan harian selama sebulan penuh. Setiap hari, ada jeda sekitar 14 jam perut tidak diberi asupan makanan apapun.

Namun bukannya berat badan turun, sejumah orang malah mengeluhkan berat badannya naik dalam seminggu atau dua minggu puasa. Lho, kok bisa sih? Kenaikan berat badan selama puasa bisa disebabkan karena beragam hal, misalnya kebiasaan makan yang kurang pas serta tidak adanya kontrol saat berbuka puasa menjadi biang penyebab kenaikan berat badan.

Apa saja penyebab kenaikan berat badan saat bulan Ramadan yang kerap tak disadari oleh mereka yang berpuasa? Berikut di antaranya:

Konsumsi makanan dan minuman manis


Memang ada anjuran untuk berbuka dengan yang manis untuk mengembalikan kadar gula darah yang menurun setelah seharian berpuasa. Namun apabila terlalu banyak mengonsumsi minuman manis, sama saja dengan menumpuk kalori tinggi secara berlebih.

Nah, penumpukan kalori ini disimpan sebagai cadangan lemak dalam tubuh. Ingat nggak saat puasa kita cenderung menyediakan makanan dan minuman manis dan menyantapnya secara bersamaan. Misalnya, sudah minum teh manis, masih ditambah kolak, es buah atau bahkan bubur sumsum.

Padahal konsumsi gula dalam sehari yang disarankan 50 gram, yang artinya hanya tiga sendok makan. Lemak, dalam sehari sebaiknya tidak lebih dari 60 gram. Itu berlaku juga bagi orang yang berpuasa.

Menurut Dr. dr. Saptawati Bardosono, M.Sc, pakar di bidang gizi medis (medical nutrition) dan dosen sekaligus peneliti di Departemen Ilmu Gizi FKUI, konsumsi minuman dan makanan manis manis membuat otak cenderung tidak cepat merasa dipuaskan, meskipun kalori yang diminum sebenarnya sudah banyak.

Minuman dan makanan manis juga bisa bikin efek ketagihan. Setelah minum atau makan yang manis-manis, orang lebih mungkin untuk ingin makan manis-manis lagi.

Kita harus tahu, selain memicu penimbunan kalori yang tidak terpakai, minuman dan makanan manis yang dikonsumsi langsung ketika berbuka puasa bisa membuat kenaikan gula darah terjadi dengan cepat. Hal ini tentu saja sangat berisiko bagi penyandang diabetes mellitus.

Saptawati yang biasa disapa Dokter Tati, mengatakan saat waktu berbuka tiba, utamakan untuk mengganti cairan yang hilang terlebih dahulu. Caranya adalah dengan mengonsumsi air putih, kemudian dilanjutkan dengan  makan buah yang manis seperti kurma untuk mengganti kadar karbohidrat dalam tubuh yang sudah menurun setelah berpuasa seharian.

 

Konsumsi makanan mengandung garam dan lemak tinggi


Selain minuman dan makanan manis, konsumsi makanan lemak tinggi, seperti makanan cepat saji sebagai hidangan berbuka yang tidak tepat. Perhatikan, kebanyakan kita memilih cara ini untuk berbuka dengan alasan praktis atau memang terburu-buru sehingga tak sempat memilih makanan yang jauh lebih sehat.

Padahal, menurut Dokter Tati, makanan berlemak sebetulnya tidak terlalu dibutuhkan bagi tubuh yang berpuasa. Sebaliknya, zat gizi yang paling dibutuhkan bagi tubuh saat berpuasa adalah karbohidrat dan protein. Mengapa? Alasannya tak lain kedua zat gizi ini mengalami penurunan kadar yang pesat saat puasa, selain air tentu saja.

Tak memperhatikan jumlah asupan makanan

Salah satu penyebab kenaikan berat badan di bulan puasa Ramadan bisa juga disebabkan karena kita tak memperhatikan jumlah makanan yang dikonsumsi. Biasanya karena sudah berpuasa seharian, orang merasa perlu makan lebih banyak dari yang seharusnya. Inilah yang membuat berat badan menanjak meskipun berpuasa.

Masih banyak orang yang kalap saat berbuka puasa, alias balas dendam semua jenis makanan dan minuman ‘disikat’ dalam waktu bersamaan.

Solusinya adalah kontrol. Kontrol porsi dan nafsu makan anda selama puasa untuk menjaga berat badan anda tetap ideal.

Makanan berserat yang low GI (indeks glikemik rendah) bisa menjadi solusi mengontrol porsi makan sahur dan berbuka Anda karena membutuhkan waktu lebih lama untuk dicerna oleh tubuh.

SOYJOY bisa menjadi pilihan praktis dan bagian dari santap sahur dan berbuka yang tepat karena terbuat dari kedelai yang mengandung serat & protein yang tinggi sehingga bisa membuat kenyang lebih lama. Selain itu, kandungan buah-buahan yang ada di dalamnya dapat menangkal radikal bebas dan kolesterol jahat dari apa yang Anda makan selama sahur dan berbuka.

Tergoda makan lebih banyak

Selama berpuasa, biasanya kita menciptakan hidangan spesial, selain serba manis, bulan puasa juga identik dengan makanan gurih yang banyak mengandung lemak. Tujuannya untuk memancing selera makan, baik saat berbuka atau sahur.

Bisa ditebak, kita jadi tergoda makan dalam porsi lebih banyak. Ini ditambah dengan fenomena  ‘acara buka puasa bersama’ yang menjadi gaya hidup di Indonesia. Jika dalam sehari kita harus menghadapi dua acara buka bersama, terbayang bukan berapa banyak jumlah makanan yang masuk ke perut?

Melupakan aktivitas fisik


Selama puasa terjadi ketidakseimbangan antara menu yang masuk ke tubuh dan energi yang dikeluarkan. Kita menurunkan aktivitas fisik. Yang biasanya fitnes 1,5 jam, menjadi sejam. Biasanya ngantor mulai jam 8, menjadi jam 9. Aktivitas berkurang namun konsumsi makanan tidak menurun dan malah bertambah.

Sepintas, selama puasa makan minum dibatasi. Namun sebenarnya, hanya waktu makan yang digeser. Jumlah yang dikudap tetap. Kadar minyak serta gula, sekali lagi gula, meningkat! Apalagi, setelah menyantap hidangan berbuka dalam keadaan perut penuh, kita memilih tidur, daripada melakukan melakukan aktivitas fisik.

Jika setelah makan kemudian bersantai-santai,  makanan yang tadi dimakan tersebut akan menumpuk menjadi lemak. Jika kebiasaan seperti itu dilakukan setiap berbuka puasa, tidak aneh jika berat badan orang yang berpuasa justru bertambah.

“Selama puasa kita memang cenderung mengurangi aktivitas fisik dan makan lebih teratur dengan asupan makanan dari hidangan yang istimewa, cenderung lebih enak, manis dan gurih sehingga porsi terkadang lebih banyak. Inilah yang memicu kenaikan berat badan,” ujar Dokter Tati seperti dilansir dokterdigital.com.

Menurut pendiri Indonesian Nutrition Association (INA) ini, aktivitas fisik sebaiknya jangan ditinggalkan selama puasa. Namun, sebelum memutuskan melakukan aktivitas fisik yang pas, harus terlebih dulu dikonsultasikan dengan ahlinya. Tujuannya untuk bisa menghitung berapa kalori yang harus dibakar,  jenis dan lama aktivitas fisik yang sebaiknya dilakukan agar tidak malah menimbulkan radikal bebas dalam tubuh yang mengakibatkan masalah kesehatan.***