Saat badan sudah merasa lelah beraktivitas, secara otomatis Anda akan pergi ke kamar tidur untuk istirahat. Tapi kalau, Anda belum merasa ngantuk, biasanya Anda akan melakukan banyak kegiatan seperti browsing di handphone, main game atau nonton tv. Semakin lama Anda berkegiatan di malam hari akan membuat Anda tidur hingga larut malam.
Idealnya tubuh membutuhkan tidur 7-8 jam sehari. Jika ini tidak dilakukan secara rutin, maka immune tubuh akan lebih lemah dan cepat terserang penyakit yang diakibatkan oleh virus seperti flu atau batuk.
Tidak hanya pada kekebalan immune tubuh, tapi kurang tidur juga tidak baik untuk mental Anda. Seperti penelitian Journal of Applied Social Psychology yang menjelaskan, kurangnya kualitas tidur bisa mengurangi kemampuan Anda dalam berpikir. Hal ini bisa memicu otak tidak berpikir dengan jernih dan tidak konsentrasi. Selain itu kurang tidur juga bisa membuat suasana hati tidak karuan sehingga Anda akan lebih mudah tersinggung dan cepat emosi.
Kenapa kita bisa merasa emosi?
Emosi muncul karena adanya peningkatan aktivitas amigdala saat waktu tidur yang berkurang, seperti penelitian yang dilakukan Direktur Medis Sleep Medicine Center Martha Jefferson Hospital Christopher Winter, dimana amigdala adalah bagian otak yang mengatur emosi, seperti rasa marah dan depresi, maka dari itu sangat perlu Anda mengatur waktu tidur untuk mengatur emosi.
Tidak bisa mengatur emosi biasanya akan membuat Anda berpikir untuk lebih mementingkan diri Anda sendiri dibandingkan orang sekitar Anda, kebiasaan tidur yang kurang akan berdampak buruk yang bisa membuat Anda akan beralih ke obat tidur secara terus menerus.
Kurangi obat-obatan tidur, ganti dengan mengkonsumsi pisang setiap hari karena pisang mengandung tryptophan, sejenis protein yang diubah menjadi serotonin yang dikenal bisa dan memberikan rasa bahagia sehingga stress dan emosi akan berkurang. Kandungan pisang (banana) pada varian terbaru SOYJOY Banana bisa menjadi pereda emosi dan nafsu makanmu.
Soy Food SOYJOY, gula darah terjaga, nafsu makan terkendali.
Source: Meetdoctor.com